That is the most memorable question in my mind..
Satu pertanyaan yang tidak pernah aku lupakan dalam hidupku..
Ketika itu aku sedang dalam satu sesi wawancara pekerjaan sebagai seorang guru di sebuah sekolah international di kawasan Surabaya Barat. Aku sudah melewatkan tahap psikotes hingga menyisakan hanya 3 orang termasuk aku, dan masuk ke sesi wawancara, langsung menghadap the principal.
Dan dengan bodohnya aku bercerita ngalor ngidul tentang indahnya kehidupanku sebagai seorang ibu, dan kehidupanku membesarkan anak-anakku. Bukannya bercerita tentang prestasi yang pernah kudapat, atau pekerjaan cemerlang lainnya yang pernah kudapatkan. Somehow aku sedikit bercerita tentang pencapaian di sebuah training di Jakarta beberapa tahun sebelumnya. Tapi tentu saja tanpa diragukan lagi, aku menggagalkan kesempatanku untuk diterima. Bagaimana tidak, wong mau cari kerja kok malah cerita soal keluarga. Satu hal penting yang pasti tersirat langsung di kepala the principal pasti : ini ibu rumah tangga kok mau kerja.. lha anake piye.. pasti begono..
Tapi sejak itu, aku selalu ingat dan ingat pertanyaan itu. Pertanyaan yang sama masih kuajukan pada diriku bertahun-tahun kemudian. Seperti sore ini ketika sedang bicara dengan ibuku tercinta, tentang pencapaian seseorang yang didasarkan pada standard yang berbeda dengan standard yang kami terapkan.
Somehow. Itulah. Satu pertanyaan yang sama yang kuajukan setiap kali kepada diriku sendiri, dan jawabannya masih tetap sama : my best achievement in my life is my family.
Memiliki keluarga yang luar biasa, suami yang tidak ada duanya, anak-anak cantik nan extraordinary. Memiliki kehidupan yang menyenangkan.
Dan.. kembali kepada setiap orang, best achievement itu adalah diukur dari bagaimana kita memandang hidup kita masing-masing. Kita tidak akan pernah memiliki jawaban yang sama, satu sama lain.
Bahwa dalam hidup kita, kita telah memiliki banyak prestasi, banyak step, banyak langkah, yang kadang menyakitkan, kadang menyenangkan, kadang luar biasa, tapi tetap jawabannya kembali pada diri kita bagaimana kita mengukur semua itu...
Kembali pada masing-masing standard yang kita terapkan pada hidup kita masing-masing. Bahwa dalam hidup kita harus mempunyai ukuran dan standard untuk menjalani hidup kita. Jangan sampai kita tidak memiliki standard, dan ukuran itu dalam mencapai tujuan, karena tanpa hal itu kita akan kehilangan arah. Dan, ketika setiap orang memiliki ukuran yang berbeda-beda, jangan pernah kita memaksakan diri untuk memenuhi standard hidup orang lain, ataupun memaksa orang lain memenuhi ukuran kita. Terima kasih banyak kepada
suamiku tercinta yang selalu mengingatkan aku tentang ini. Luv u much..
Mungkin sulit. Menyelaraskan berbagai standar dan ukuran yang berbeda-beda dari setiap orang yang hidupnya bersinggungan setiap saat. Walau begitu, tetaplah on your track. Jangan terpengaruh orang lain, but be flexible as well.. Don't push your self too much. Just admit when you feel it is the time for surrender, or this is your winning time.. Kehidupan akan naik dan turun di setiap saatnya, dan ini akan selalu menjadi moment-moment terindah dalam hidup kita...
Suatu titik, terjadi pula dalam hidupku ketika aku merasa, bersama suamiku, harus menyerah kalah pada satu situasi. Kadang mundur teratur bukan berarti kalah untuk selamanya, tapi juga untuk memperbaiki kinerja di kemudian harinya. Karena kami sudah merasa tidak lagi nyaman, karena merasa sudah jauh dari standar dan ukuran hidup yang ingin kami capai. Tapi alhamdulillah, karena kami sehati, semua masalah alhamdulillah bisa teratasi. Kekuatan yang muncul dengan sendirinya dengan saling memahami..
So my friends, enjoy the best life you have, which is : now. You would not have the other one. Tentukan satu saja jawaban dari pertanyaan judul di atas. Apakah sudah kau temui? Atau belum? Atau sedang menjalani?
Well, it never be the same with others, don't worry. Don't bother anyone that intend to distract your life. Just be yourself and enjoy the only life you have...
**so so love to have time to write again.
Hayam Wuruk, May 6th, 2010
wind
Dalam perjalanan pulang menuju Semarang, aku duduk menemani suamiku mengemudi sambil sesekali mengikuti rangkaian lirik di tape mobil. Hari sudah mulai gelap, suasana magrib mulai menghilang. Sesudah rehat sholat tadi, anak-anak sudah terlelap lagi di bangku belakang. Tinggal kami berdua, kadang berbincang, kadang terdiam saja menekuri jalan.
Kupandangi pemandangan gelap di jalanan yang kami lewati. Dalam ruas jalan ke perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, tiba-tiba aku melihat sekilas dalam pandangku, sebuah rumah kecil di tepi jalan. Sebelah kanan jalan, di sisi suamiku mengemudi.
Sekilas aku memandangnya, tapi terekam dalam ingatanku. Rumah itu, berkesan pertama, mencekam. Tapi rumah itu bukan rumah horor, di ujung bukit, dengan detail mengerikan di sudut-sudut gerbangnya, seperti yang biasa kita lihat di film horor bikinan sineas Indonesia yang menyedihkan. Rumah itu biasa saja.
Rumah itu sepertinya berbentuk bujur sangkar, atau empat persegi panjang. Yang jelas dia tidak memiliki lekuk ruang lain yang memberi bentuk rumah menjadi selain dua bentuk itu. Sekelilingnya adalah sawah terbentang. Tiga sisi rumah dikelilingi sawah, yang gelap. Gelap tanpa cahaya sedikitpun, tapi aku yakin itu persawahan. Tidak ada rumah lain di sebelahnya, atau bahkan di sekitarnya, dalam radius sekitar satu kilometer. Rumah itu sendiri. Sendiri ditelikung kegelapan dari persawahan di sekitarnya. Sendiri dicekam rasa tidak biasa yang dibawa alunan roda kendaraan yang melaju di depannya. Sendiri diombang-ambingkan rasa dingin malam yang tertahan di dinding rumahnya..
Teras rumahnya, membatasi bagian dalam rumah dengan jalan setapak menuju jalan besar yang kami lewati. Jaraknya dari jalan besar, tidak sampai sepuluh meter. Terasnya berukuran sekitar 2x6 m. Terbuat sepertinya dari ubin keramik sederhana. Aku tak bisa melihatnya sedetil itu dengan kecepatan kami lewat tadi. Lampu terasnya putih, menyala tiga buah, dalam deretan dan jarak yang sama dibuatnya. Lampu itu menerangi teras yang tidak memiliki perabot apapun. Menerangi dinding yang terdiri dari dua set kaca depan, dan satu pintu depan. Kaca depannya terbuat dari kaca gelap. Bentuknya kotak dengan bagian atasnya melengkung, bentuk standard kaca di rumah daerah. Kaca besar depan itu dibagi lagi menjadi beberapa kotak dengan batasan kayu lis kecil. Tipikal rumah tropis sederhana angkatan pertama. Pintunya terbuat dari multiplek biasa yang dilapis dengan cat plitur. Handel pintunya biasa saja. Tidak ada angin-angin di atas pintu dan jendelanya.
Atapnya atap tropis biasa. Sekilas dengan empat tiang kayu di terasnya, seperti membentuk limas. Tetapi aku yakin itu atap pelana biasa. Atap pelana yang menghadap ke samping. Dari sisi jalan yang kulewati hanya terlihat sebuah bidang besar atap. Tak sejelas itu di malam yang temaram itu.
Dinding depannya dicat hijau muda. Warna yang sangat biasa. Menambah rasa hampa yang terlihat saat memandangi rumah itu lebih lekat. Selekat yang aku bisa dalam kecepatan yang dibawa suamiku melayang. Rumah itu biasa saja, tadinya.
Lalu aku membiarkan imajinasiku melayang ke alam gelap di sekitarnya. Siapakah yang ada di dalam rumah itu? Keluarga seperti apakah yang tinggal di rumah itu? Kehidupan macam apakah yang dijalani di dalam rumah itu..?
Apakah rumah itu membuka lebar pintunya setiap kali ada kerabat dan saudaranya yang datang mengunjungi mereka yang menghuni? Apakah rumah itu riuh dan ramai dengan tangis dan tawa anak-anak yang berlarian ke sana kemari? Apakah rumah itu terbungkus dalam kasih sayang dan keindahan cinta seperti yang ada dalam keluargaku? Apakah rumah itu menjadi saksi dari kekejaman dan ketidakpastian hidup yang dialami para penghuninya? Apakah rumah itu menjadi nyawa dari kehidupan yang berlalu lalang di depan dan sekitarnya? Apakah rumah itu menjadi sendiri di dalam alunan waktu yang membawanya ke titik usang?
Oh aku tahu.
Rumah itu ditinggali oleh sepasang suami istri yang sudah pensiun dari kegiatannya di sawah. Bertahun-tahun yang lalu mereka tinggal dalam rumah yang tidak lebih bagus dari rumah itu, bahkan reyot dan tidak bersih, bersama anak-anaknya. Mereka berdua membanting tulang menjadi buruh tani di sawah-sawah milik orang lain di sekitar rumahnya. Mereka mengumpulkan uang satu rupiah setiap hari untuk menyekolahkan anaknya setinggi yang mereka bisa.
Kemudian dalam ketidaksanggupan mereka melontarkan pendidikan anak-anaknya setinggi langit, mereka harus merelakan anak lelakinya merantau ke kota besar untuk mengais rupiah. Mereka harus merelakan anak wanitanya pergi ke luar negeri untuk mengais dollar. Mereka kemudian sendiri berdua menanti dalam ketiadaaan.
Tapi anak-anaknya kembali, karena mereka dibesarkan dalam cinta dan kasih sayang. Anak lelakinya menikah dan memberikan dua orang cucu yang lucu-lucu, tapi mereka tidak tinggal di sana. Mereka tinggal di kota besar sambil meneruskan usaha bengkel yang dirintis pelan-pelan dari nol. Sementara anak wanitanya rutin mengirimkan rupiah demi rupiah hasil kerjanya untuk mereka berdua.
Lalu, mereka membangun rumah bercat hijau itu. Mereka mewujudkan hasil kerja anak-anaknya dengan membungkusnya dalam rumah mungil hijau yang siap menanti sang anak pulang. Mereka mengikhlaskan segala hati dengan doa dan kekuatan yang mereka punya untuk menanti waktu. Senyum, tawa dan doa yang tidak pernah lepas dari diri mereka selalu dikirimkan untuk anak-anaknya..
Sekarang mereka dan rumah itu menanti. Kedatangan hari-hari berkumpul kembali. Hari-hari saat rasa dan cinta bisa terbalur dalam pelukan yang indah, dengan rasa maaf dan kasih sayang yang tak pernah surut.
Sebentar lagi bulan Ramadhan. Sebentar lagi Lebaran. Sebentar lagi anak-anak mereka pulang. Sebentar lagi mereka memeluk cinta dalam denyut jantungnya. Sebentar lagi rumah tak lagi sepi. Karena sebentar lagi, kasih sayang datang dalam kemenangan..
Sebentar lagi...
Selagi belum Ramadhan, mohon maafkan segala kesalahan kami, terbungkus dalam rasa cinta, semoga kita bisa tiba di Ramadhan, merasakan indahnya Rahmat Illahi..
Semarang, 20 Juli 2010
Wind
Sehari jadi selebritis dadakan, yang sebetulnya cuma jadi penggembira di Koki Cilik (Alhamdulillah..) banyak yang minta resep Cheez Ball yang dipake disitu. Resep bukan original milik saya, tapi udah sedikit di modifikasi by me..
Langsung aja tanpa banyak basa-basi deh, ini dia resepnya...
BAHAN :
200 gram Tepung terigu
50 gram Susu bubuk
1/2 sdt Garam halus
75 gram Keju Edam
100 gram Keju Cheddar
2 butir Kuning telur
150 gram Mentega
75 gram Gula halus
Bahan taburan :
1 butir kuning telur kocok lepas, untuk polesan
100 gram Keju cheddar, diparut untuk taburan
Cara Membuat :
- Kocok mentega dan gula halus sampai lembut.
- Masukkan kuning telur satu persatu, kocok sampai pucat.
- Masukan tepung terigu, susu bubuk dan garam, aduk rata.
- Masukkan keju edam dan cheddar bergantian, aduk rata.
- Pulungi adonan menjadi bentuk bola kecil-kecil agar dapat matang sempurna.
- Olesi atasnya dengan kuning telur, kemudian taburi dengan keju cheddar parut.
- Oven dengan api sedang kurleb 20 menit. Bila ingin lebih krunchy panggang dengan api kecil selama kurang lebih 30 menit.
Enjoy the balls..!!
Rolling ...and Action !!
Semarang, Friday of the13th in Agust, 2010
wind
Bulan puasa bukan berarti tidak boleh laporan kuliner kan yak? Boleh doong, anggap saja ini adalah alternatip untuk berbuka puasa nanti. Yang mau lewat Boyolali, siap-siap aja...
Jadi ceritanya beberapa waktu yang lalu, pas sebelum bulan puasa, kami sekeluarga pas ada acara ke Solo. Jam makan siang pas di Boyolali, jadilah kita cari tempat yang asik untuk makan siang bersama anak-anak. Pilihan jatuh ke Soto Rumput Boyolali.
Soto ini adalah soto daging sapi. Dagingnya enak, empuk dan nyamleng. Rumputnya? Ada di depan warungnya.. Jadi tidak di dalam mangkoknya... Kenapa dinamakan Soto Rumput, karena daerahnya adalah daerah Rumput. Entah kecamatan ato kelurahan aku tidak paham, jadi yang jelas udah deh terima aja namanya Soto Rumput, tapi dijamin gak ada rumputnya di dalam mangkoknya..
Dari daftar menunya yang terpampang di dinding, ada berbagai macam pilihan sajian yang bisa dicoba. Dari semua itu, ya tidak jauh dari kisaran si daging sapi ini tadi. Harganya? Semangkok cuma Rp 4.500 saja. Paling mahal cuma Sop Buntutnya, 15rebu rupiah..
Dari menu yang ada, kita pilih menu standard, Soto daging. Isinya tentu saja nasi, daging sapi, kecambah atau taoge, daun bawang, bawang goreng dan tentu saja kuah. Rasanya seger, sedap, dan tentu saja enak. Alhamdulillah...
Sayang, karena kelaparan wujud dan bentuk mangkuk beserta isinya yang baru tersaji tidak sempat terekam, karena sudah keburu diaduk-aduk.. hehehee..
Sebagai pelipur lara, ada foto-foto sedap di bawah tentang The Uba Rampe of this soto. Jadi di setiap meja panjang yang ada di dalam warung ~kira-kira di dalam warung ada 6 meja panjang~ ada beberapa tempat lauk berjajar. Isinya antara lain adalah tahu isi ato tahu susur, tempe dan tahu goreng, paru goreng, aneka jerohan, sate telor puyuh, dan lentho. Tahu lentho kah? Itu adalah semacam perkedel yang terbuat dari kacang kedelai. Kalau di Surabaya sana sering dijumpai sebagai teman pendamping Lonthong Balap (oooohh I merindukan segernya si Lonthong Balap ini.. yang di depan BNI Gubeng tutup pindah kemana yah? )
Back to the lentho, yang kujumpai di sini lenthonya lebih keras, adonannya lebih putih. Tapi tetep enak saja dibuat teman makan si soto tadi. Sementara tempe gorengnya dibalut tepung, garing dan yummy.
Selain aneka jerohan yang menggoda iman, ada juga beraneka toples krupuk di setiap mejanya yang bisa dibuat teman makan soto juga. Ada krupuk puli, ada krupuk putih biasa alias krupuk uyel, ada krupuk kedele, ada rempeyek, ada krupuk rambak. Tinggal mau yang mana, kalau gak ada di meja kita boleh ambil di meja sebelah kok... :)
Oh ya, jangan lupa jangan sampai salah, minumnya tetep : Teh Botol Sosro.. ^^nyebut merek tidak dilarang kan, siapa tahu dijadikan Duta Teh Botol Sosro..wkwkwkwkwk^^
Yang unik, ada tempelan di dinding luar sebelum masuk ke warung. Di sini jual Cerutu Belanda. Cuma seribu sebatang. Rupanya di sana cukup digemari sampai diperlukan ditulis seperti itu. Selain itu bisa menjadi pembeda bahwa alasan untuk mampir ke sana selain untuk mencari soto adalah tidak lain dan tidak bukan mencari cerutunya.. Tempelan ini juga bisa ditemui di dinding dalam warung makannya.
Yang lebih seru lagi, sebagai salah satu alasan kenapa pengen ke sini, dan nanti kapan-kapan pengen lagi, yaitu ada pemain sitar lengkap beserta penyanyinya. Jadi begitu anda duduk untuk memesan, langsung jreeeeng, terdengarlah alunan lagu Jawa yang merdu dan memikat. Jelas membuat kita lebih nikmat makan sotonya, lebih gayeng, lebih mantap... Satu daya tarik tersendiri yang susah dicari..
Akhirnya, Alhamdulillah..Makan enak, perut kenyang.. Segera melanjutkan perjalanan ke Solo seperti yang direncanakan...
Sekaligus mengajak dan mengajari anak-anak wiskul yang beda dan seru.. Once again, Alhamdulillah...
Selamat berbuka puasa nanti ya... :)
When fun is about to enjoy...
Semarang, Ramadhan the 9th, 1431 H
Wind
Perjalanan malam kutempuh
Seminggu yang lalu. Tapi masih kuingat jelas, yang tersisa.
Adalah ketika setiap membuka mata, di sela larinya dia yang membawaku pulang, adalah kelam.
Kelam malam yang hitam. Dikelilingi gelap kuterbangun. Hanya kilat lampu mobil dan lagu indah yang mengiringi dia yang membawaku pulang.
Hitamnya itu. Tak terlupakan.
Menoleh ke kiri, ke kanan, ku dicekik hitam.
Hitam gelap yang tak tertahankan. Lukisan pekat yang tak tercairkan oleh nada. Ada sebuah keinginan untuk tetap melihat.
Sampai titik yang terjauh sana, kuhanya melihat hitam. Kegelapan tak berujung yang menyadarkan diri bahwa kita
Hanya setitik kecil dalam keluasan tak berujung.
Di tengah kepekatan itu pun kutemukan kengerian.
Bahwa bila kutersesat ku mungkin tak kan kembali.
Karena di dalamnya hitam yang luas akan menerkam saat kau lengah.
Ku berpaling. Menatap dia yang membawaku pulang.
Walau dalam diam dia nyata adanya. Di sampingku, membelah malam itu dengan yakin.
Karena ada kekuatan di dalam hati, bahwa yakin itu akan membawa kita pulang.
Meskipun gelap..
Bukitwahid, 09012011
Wind
Pria itu tinggi, putih, tampan. Rambutnya tersisir rapi. Kacamatanya membingkai matanya yang tajam. Tutur katanya lembut. Senyumnya, menawan hati setiap mata yang menatapnya. Gerak geriknya halus, lembut, tidak tergesa-gesa. Setiap langkahnya diikuti tatapan yang menarik perhatian, membuatnya tidak bisa berpaling.
Hatinya berdegup kencang saat pria itu menatapnya sesaat. Keringat menetes di dahinya. Matanya yang takjub menatap pria itu kembali, tapi sayang sang pria memalingkan muka dan menuju ke sudut lain ruangan. Gelisah semakin menerpa hatinya.
Lexi mendesah, dalam hatinya, tak pernah aku merasakan yang seperti ini…
Lexi mencoba memusatkan perhatian pada layar komputer di depannya, sambil mencoba memahami kata-kata pria itu tanpa mengerti satu pun isi pembicaraannya. Mencari korelasi antara sepotong dua potong istilah yang bisa dimengertinya dengan layar yang ada di depannya.
Gilang berbisik di telinganya, “Elu ngerti kagak?”
Lexi nyengir. “Nggak. Kamu ngerti?”
Gilang tertawa. “Apalagi aku. Kita salah kali ya, pergi ke sini?” Terbahak pelan kemudian, Gilang di sampingnya.
Tapi Lexi terdiam. Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Kalau ia tidak berangkat, ia mungkin tak akan bertemu pria itu. Tapi dengan keberadaannya di sini, sekarang yang didapatkan hanya hati yang sakit. Jatuh cinta berat yang paling parah yang pernah dirasakannya. Yang dalam hidupnya hanya sekali jatuh cinta, pada suaminya.
Pria itu melangkah lagi menuju deretan tempat duduk di dekatnya. Hatinya semakin tak karuan. Senyum manis dipasangnya. Tapi tidak berguna. Pria itu senyum, tapi bukan untuk memikat hatinya. Senyumnya ramah. Seperti yang diberikannya pada semua orang. Hatinya mendadak hampa.
Tak Cukupkah Engkau?
Masih tak bisa dihilangkannya wajah itu dari benaknya. Perasaan yang muncul selama berada di lab tadi membuatnya tak nyaman. Tak nyaman karena dihiasi rasa bersalah yang tak henti. Tapi juga rasa tak nyaman karena merasakan rasa indah yang sudah lama tak dirasakannya, bahkan dengan suaminya sendiri. Cinta, kemana perginya?
Di sampingnya, tiba-tiba muncul Trey. “Lex, kamu sudah masak?” tanyanya.
Lexi berpaling ke arah Trey. “Belum. Kamu mau makan sekarang?”
“Iya. Aku lapar, nih. Seadanya aja lah,” katanya sambil berjalan ke depan televisi dan duduk di atas tatami. Menyalakan remote dan diam menonton.
Lexi menatap punggung Trey. Should I tell him?
“Jangan yang pedes-pedes ya, Lex,” tiba-tiba Trey berkata, tanpa menoleh.
Lexi terkesiap. “Oke,” katanya pelan.
Lexi membuka kulkasnya. Masih ada daun bawang, daging ayam giling, dan mie. Hm.. Mie souba lagi hari ini cukuplah. Trey tidak akan menolak.
Beberapa saat kemudian Lexi sudah sibuk membuat menyiapkan makanan untuk Trey. Setelah siap, Lexi meletakkan semuanya di meja depan televisi yang memang multi fungsi. Untuk menonton televisi, tempat belajar anaknya, tempat berdiskusi bagi Lexi dan suaminya, juga tempat mengerjakan tugas atau paper yang harus diselesaikan keesokan harinya.
“Dinner is served,” katanya sambil tersenyum.
Trey mengambil piring dan makan tanpa banyak bicara. Jauh di lubuk hatinya, Lexi merasa sedih. Trey jarang sekali berinteraksi secara verbal. Bicara hanya seperlunya. Baik sebelum menikah ataupun sampai sejauh ini pernikahan mereka. Tadinya Lexi tidak perduli. Tapi setelah bertemu dengannya, pria itu, kehidupan terasa lebih berwarna. Walaupun hanya bisa melihatnya dari jauh, tapi hati terasa lebih ceria, lebih indah dan berbeda dari biasanya.
Lexi menghela nafas panjang. Menatap Trey yang sedang lahap makan, walau seadanya, Lexi merasa dirinya tidak banyak bersyukur. Sudah memiliki seseorang yang begitu mengerti dirinya, sekarang dirinya menginginkan yang lain. Sedangkan pria yang diinginkannya tidak lebih dari sejauh mata memandang tanpa bisa diraih.
Belum cukupkah Trey untuknya? Sedih di dalam hatinya. Setelah melalui suka dan duka bersama-sama. Berkenalan sejak masa kuliah dulu. Jatuh cinta tanpa pamrih. Merasa tidak perlu keindahan fisik di atas keindahan hati. Kejujuran yang selalu diberikan Trey untuknya, walau jarang berkata-kata.
Karena itulah dulu begitu yakinnya Lexi pada Trey, begitu mantapnya mereka satu sama lain. Sejauh ini tidak pernah ada aral melintang. Godaan yang menerpa dari luar. Kecuali saat ini.. Di masa ini. Di episode ini..
Ada rasa lain yang tiba-tiba hadir. Sayangnya itu bukan buat Trey. Perasaan apakah ini? Apakah ini hanya sekedar lalu, atau akan selalu ada? Apakah esok yang diinginkannya adalah bersama pria itu?
Orang Bilang Itu Selingkuh Hati
Sekali lagi di ruangan ini. Bertemu lagi dengan pria ini. Asing, tampan, memberi rasa hangat yang berdesir di dalam hatinya. Sumpah mati Lexi tidak mengerti apa arti kata-katanya, tapi sungguh menyelami matanya seperti samudra tak berdasar. Keindahan binar matanya seperti mengajaknya terbang ke awan, meraih sejumput awan putih dan bersandar padanya. Menjabat tangannya walau sekilas memberikan damai kepada hatinya, membawa dirinya berlari kencang menembus pagar batas kampus ini dan mendarat di rumput hijau tebal di padang sana, di kelilingi bunga dan wangi bau matahari. Merasa mencinta. Merasa dicinta.
Tapi itu tidak nyata.
Yang nyata sekarang adalah ketika lelaki asing ini memelototinya dengan pandangan mata sebal. Karena Lexi lebih asyik melamun setinggi awan daripada memperhatikan kata-katanya.
Lexi tersenyum bingung. “Sumimasen, Sensei,” katanya pelan.
Pria itu mendelik sekilas lalu melanjutkan penjelasannya tentang sebuah bagan mesin yang terpampang di papan putih.
Lexi menghela nafas. Betapa dirinya merasa teraniaya dalam perasaan yang mestinya menjadikan seseorang bergembira. Karena perasaan yang mengunjunginya itu datang tiba-tiba pada saat dan masa yang salah. Tapi bukan salah dia bila perasaan itu muncul tiba-tiba. Darimana datangnya Lexi juga tidak tahu.
Lexi membuka monitornya ketika si lelaki beranjak keluar dari laboratorium. Waktunya mengerjakan sebisa-bisanya. Salah masuk jurusan atau salah mengambil keputusan berangkat ke Negeri Sakura ini, Lexi tidak tahu, dan tidak mau tahu. Sudah kepalang basah dia dan suaminya yang juga bisa mendapatkan beasiswa yang sama ada disini, berjuang berdua menaklukkan rasa ingin pulang.
Sebuah icon kuning berkedip-kedip di ujung monitornya.
Wina.
“Helooooo…,” ketiknya panjang setelah membuka windows chat-nya.
Gambar icon kuning nyengir muncul. Untunglah hari ini teman karibnya itu online sehingga dia bisa curhat habis-habisan ke ujung dunia sana.
Ngapain lu, ketik Wina.
Biasa di lab, ketiknya.
Asistensi lagi?
Iya. Kamu lagi apa?
Icon nyengir kuda itu muncul lagi. Bete, jawab Wina.
Bete kenapa lagi? Tanyanya.
Biasa, bertengkar sama Adit.
Lexi terkekeh pelan. Sahabatnya yang satu ini sangat mencintai suaminya, tapi kalau bertengkar juga habis-habisan.
Wina : Lu sama prof gantengmu itu?
Lexi : Gak, baru keluar dia.
Wina : Lumayan dong sejenak… (drooling)
Lexi : Haha, iya, penyegaran.
Wina : Penyegaran apa penyegaraaannn….. Inget bojo dong…
Lexi : iye inget. Saking ingetnya ampe lupa gua…
Wina : ngakak abis deeehh..
Lexi : Win, sumpah deh gue ada rasa ama dia..
Wina : ah elu. Cinlok kale..
Lexi : au ah gelap. Kayaknya gimana yah. Seneng banget ketemu dia.
Wina : ya iya samalah ama elu dulu ketemu Trey coba, gimana..
Lexi terdiam sejenak. Bingung.
Lexi : itu kan dulu
Wina : dulu sih dulu pren. Tapi dah jadi laki lu. Mau dibuang kemana? Susah seneng tanggung berdua katanya. Manee??
Lexi : yah sekarang mah aku seneng dia yang susah..
Wina : LOL
Lexi : trus gimana dong
Wina : ke laut aja deh lo
Lexi : serius neeehhh
Wina : yah abis gimana. Lu dah kawin. Dia orang jepun sono. Mana bodi lu rambo gitu. Mana dia cintrong ama eluuu…
Lexi : wakkakakakakakakaakka… abis gimana dong. Dia enyak banget diliat nih… Deg deg ser gitu deh tiap ketemu..
Wina : udah deh kamu konsen ama kuliah napa sih. Ada2 aja nambahin masalah deh
Lexi : aduh tolongin gw dong Win. Kalu ni urusan kagak selese bisa kacau neh kuliah gw
Lama Wina tidak menjawab.
Wina : orang bilang tu selingkuh hati lo Lex.. emang kamu ga merasa?
Ganti Lexi yang terpaku di layarnya.
Wina : Lex, hoiii lu kemane..
Lexi : iye aku disini
Wina : bingung?
Lexi : iya
Wina : sekarang gini deh. Balik lagi sama tujuan kamu ke sana ngapain. Sekolah kan? Kagak yang aneh2 macem gini kan?
Lexi : iya
Wina : sekarang batesin pertemuan ama dia.
Lexi : mana bisaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa… Dia professor guweee.. ah eluu.. tiap hari juga gw ketemu kalee…
Wina : oiye :)
Lexi : hiks :(
Wina : ya udah. Setiap kali lu ketemu dia, inget Trey. Jangan lepasin Trey dari imajinasimu.
Lexi : bosen
Wina : yaolooooooooooooo elu, Lexxx.. ini suami ikut sekolah satu rumah ke sono aja lu selingkuh.. gimana kalo enggakk????!!!
Lexi : tauk
Wina : lo marah?
Lexi : gak lah sama lu gak mungkin gw marah. Aku bingung banget ni Win.. Kalo bisa sih setiap ketemu tu prof gak usah pake deg2 ser deh..
Wina : emang dia dah kawin lom?
Lexi : ude :)
Wina : bener-bener kamu yaaaa…..
Lexi : LOL
Wina : ya udah terserah deh. Sekarang kamu mesti inget Bayu anak lu, ama Trey. Kalau masih ga bisa juga, mending lu pulang deh.. eh sori bener nih aku kudu jemput Fay. Entar onlen lagi ya. Sejam an deh.
Lexi : iya deh. Thanks ya. Daa
Wina : byeee….
Layar berkedip sekali lalu sepi.
Tinggal Lexi sendirian di depan layar monitornya yang berbisik hampa. Gilang, rekan satu lab nya pun tidak muncul hari itu.
Lexi menarik scroll barnya ke atas. Terbaca sekali lagi tulisan Wina. Orang bilang itu selingkuh hati. Oh My God, what I am doing??
Sesungguhnya, Mungkin, Cuma Cinta Lokasi..
Kantin kampus, sepi. Mungkin karena sudah lewat jam makan siang. Lexi tidak sempat menyiapkan bekal makan siang tadi di rumah, karena sibuk dengan Bayu. Si kecilnya itu mulai bisa mengikuti pelajaran di sekolahnya, gembira sekali menyiapkan bahan-bahan untuk prakarya siang ini. Lexi sibuk bersama Bayu sampai lupa membungkuskan bekalnya sendiri dan Trey.
Biasanya Lexi memilih membawa bekal, tapi ada daya harus ke kantinlah siang ini. Lexi mencari tempat yang tidak terlalu menyolok. Di dekat poster konser itu sepertinya..
..ada Trey duduk di sana.
Tidak lucu sekali kalo Lexi memilih tempat duduk yang lain sementara suaminya duduk sendirian di sana.
“Sudah lama, Trey?” tanyanya sambil duduk di depan Trey.
Trey mendongak. Teralihkan perhatiannya dari buku yang dibawanya. Makan siangnya masih utuh.
“Barusan,” katanya sambil tersenyum kecil.
Tampan. Seperti biasanya. Dan masih pendiam, irit kata. Walau sesungguhnya sangat penyayang.
“Kok telat juga makannya?” tanya Trey. Menyingkirkan sebagian bukunya dari meja supaya Lexi bisa meletakkan nampannya.
“Iya, tadi cari data agak ruwet jadi lama,” jawabnya.
Lexi berusaha menghindari tatapan mata Trey. Ada rasa tidak nyaman yang tiba-tiba muncul Hanya saja Lexi yakin, bahwa semuanya itu tidak bisa dihindari. Selesaikan. Dibicarakan.
Terdiam lama di depan Trey, membuat Trey tahu.
“Ada masalah kamu, Lex?” tanya Trey tiba-tiba.
Lexi terkejut. Sebisa mungkin tidak ditampakkannya.
“Maksudnya?” Lexi masih mencoba bersikap biasa.
“Come on, don’t lie to me. Your eyes tell me more,” kata Trey, santai.
Lexi mengaduk Misou siru-nya pelan. Gamang. Lexi tahu suatu saat ia memang harus jujur.
Kemudian Lexi menatap Trey lama. Dipandanginya lelaki tampan itu sambil mengingat seluruh kenangan yang pernah mereka miliki. Betapa berartinya semua itu sampai akhirnya membawanya ke sini. Berdua dengan Trey. Bahkan bertiga dengan Bayu, anak tercinta mereka. Lalu hanya karena sebuah rasa yang tidak nyata, Lexi akan membuang itu semua? Sungguh tidak mungkin.
Yang paling nyata adalah tanggung jawabnya setelah menyelesaikan kuliah di Jepang adalah kembali ke kampus dan membagikan ilmunya di sana, kembali ke rutinitas sebagai dosen dengan ilmu yang bertambah. Kembali ke dunia dan teman-teman lamanya yang kompleks dan simpang siur. Tidak sedamai di sini, tapi kasih sayang berlimpah ruah di sana. Rasa rindu pun muncul.
Lalu kehidupan nyata kedua, sekolah anak-anaknya. Anak keduanya yang ditinggal di tanah air pasti kembali dipelukannya. Dan Lexi harus kembali membimbing dan membantu mereka menyiapkan masa depannya. Tidak mungkin, oh no way, bila semua itu harus dibuang hanya karena impian semu itu.
Apa yang dicarinya sebenarnya. Lexi menyelami mata Trey yang menatapnya tajam, dalam, tapi tidak memaksa. Lexi sedang terjerumus dalam cinta yang tidak nyata. Hanya sebuah kejutan budaya yang membuatnya merasa lebih dicintai daripada sebelumnya. Tapi sebenar-benar hidupnya ada di depan matanya sekarang. Di dalam mata Trey yang menjanjikan keindahan. Meski kadang tidak seindah yang dibayangkannya dulu semasa SMA.
Yang jelas pasti lebih dari sekedar wajah asing tampan yang tidak pernah dikenalnya sebelumnya. Trey lebih dari semua itu. Pengertian, kasih sayang, perlindungan. Yang didapat tidak dalam sekejab mata. Trey luar biasa.
Ini mungkin cuma sebuah cinta lokasi. Kejutan wajah tampan yang penuh perhatian, tapi hanya keindahan semu yang tidak bisa dibawa pulang. Sebuah intermezzo untuk perjalanan hidup yang lebih panjang. Sebuah iklan di antara rangkaian tayangan yang berseri. Sebuah peringatan dari Yang Maha Kuasa akan arti sebuah cinta sesungguhnya.
“Well? I am waiting,” tanya Trey lagi. Sambil menyuap makan siangnya, lambat.
Lexi tersenyum. “Aku baru saja bangun,” katanya sambil menggenggam tangan Trey yang bebas.
“Bangun dari mana? Bukannya dari tadi kamu melek?”
Super duper man from stone. Wajah tampan hati batu otak pejal.
“Perumpaan, Trey. Aku kaya abis bangun dari mimpi sesaat,” kata Lexi sambil tersenyum.
Trey menarik tangannya dari genggaman Lexi. “Kesambet apa kamu nih,” katanya sambil meneruskan makan.
Oh, memang bukan waktu yang tepat. Beliau sedang sibuk makan siang, bukan waktunya romantis. Tapi dari dulu romantis bukan termasuk agenda Trey. Sehingga Lexi sudah biasa dengan sikapnya yang acuh.
Tapi Lexi bertekad mengatakannya sekarang. “Aku selingkuh. Pengen selingkuh. Jatuh cinta terus merasa seperti selingkuh. Gimana dong?”
Trey tetap meneruskan makannya. “Siapa yang mau sama kamu?”
Sialan banget. Benar-benar Trey yang dikenalnya.
“Ya gak ada, sih,” kata Lexi.
Trey tertawa tanpa suara. “Makanya. Aku bingung. Katanya mau selingkuh. Sudah apa belum sih? Maksudnya sudah nemu sparing partnernya apa belum? Kalau udah kasih tau aku ya…,” Trey membolak-balik bukunya lagi.
Lexi menghentikan tangan Trey. Setengah dongkol setengah geli, Lexi meneruskan. “Denger dulu,” kata Lexi. “Belum ada yang mau, untungnya. Tapi aku keburu sadar. Terus gak jadi. Gitu lo, Trey,” sambil melotot Lexi memperhatikan reaksi Trey.
“Sama siapa?” tanya Trey datar.
Lexi terdiam sejenak. “Sensei,”katanya pelan.
Trey meletakkan sumpitnya. Menatap Lexi tajam. Lalu tertawa terbahak-bahak.
“Ngimpi kamu, Lex.. Mana mau dia sama kamu. Udah, bangun bangun. Ayo belajar…,” Trey tertawa tak henti-henti. Hingga beberapa orang yang berseliweran di tempat itu memperhatikan mereka berdua sekilas.
Lexi bersungut-sungut. “Kamu gitu banget sih, Trey. Kalo misalnya dia mau, gimana?”
Trey tertawa lagi. “Ayo kita taruhan. Yang kalah bayarin makan siang sebulan,” kata Trey masih tertawa.
Lexi melongo. Suaminya iseng banget. Sialan banget, tapi Lexi sudah terlanjur membatalkan niat selingkuhnya.
“Hah?? Ogah!! Kagak!! Udah dikata juga aku sudah selesai. It’s over. Aku balik sama kamu, selesai!” kata Lexi sambil menyuap dengan kesal.
Trey malah tertawa semakin keras. “Gimana sih Lex… katanya mau mulai, kok gak jadi… Yah, batal makan gratis deh aku…”
“Kamu ini sama istrinya juga..”
“Hahahaha… udah deh, percaya sama aku. Terimalah aku saja, sudah syukur deh…”
Lexi cemberut. Tapi ia tahu Trey bercanda.
Dan ia tahu semua itu dilakukan Trey karena dia geli. Karena dia merasa bahwa tidak ada yang bisa memiliki Lexi selain dia.
Trey meneruskan makan siangnya sambil tersenyum-senyum simpul. Sesekali ia melirik Lexi. Yang dilirik menatapnya sekilas, lalu melengos.
Tak terasa selesai sudah. Nampan sudah bersih, waktunya kembali belajar dan bekerja. Trey melirik jam tangannya.
“Aku duluan, ya. Udah kesiangan nih, nanti dicari Senseiku. Kamu masih mau di sini?”
Lexi berdiri. “Nggak deh, ikut aja. Ngapain di sini sendiri..?”
Trey menunggu Lexi selesai berberes. Lalu mereka berdua berjalan bersama ke ujung kantin itu.
Tiba di ujung persimpangan lorong yang membawa mereka ke laboratorium masing-masing, tanpa diduga Trey meraih tangan Lexi perlahan.
“I trust you, you know that,” katanya pelan sambil menatap Lexi tajam.
Lexi tersenyum.
“Yes, I know. I just fall in love to you, once more,” katanya pelan juga.
Trey menggenggam tangan Lexi erat sekali. Hanya sekejab.
Lalu Trey meninggalkannya termenung di sudut lorong itu sendirian.
Ternyata, jatuh cinta lagi itu tidak mudah. Walau dengan orang yang sama…
-FIN-
*for a friend, her true story indeed. Thanks for the idea, hope this will rock you on!!!!*
Hari ini, tepatnya siang ini. Ketika aku usai menjemput anakku ~ Ica ~ dari sekolahnya, dan segera melaju ke tempat kursus pianonya, untuk menepati janji bertemu dengan gurunya. Menggantikan les nya yang bolong minggu kemarin karena sakit...
So, di dalam mobil, aku berusaha untuk merayu si kecil ini yang sudah hampir saja mogok tidak mau berangkat les. Kami tertawa-tawa, bersenang-senang dan bernyanyi.
Di persimpangan Pertamina jalan Pemuda, dari arah Pemuda hendak putar ke jalan Thamrin, ternyata lampu merah. Aku berhenti. Dari jauh sudah aku lihat seorang anak membawa setumpuk koran hari ini berlapis plastik di tangan kirinya, sementara tangan kanannya berangsur meminta kepada pengendara motor di depanku. Meminta, bukan berusaha menjual korannya. Anak ini laki-laki, kira-kira berusia 9-10 tahun, seusia dengan Fia, my big girl.
Further, dia berjalan mendekat ke kacaku.Tangan kanan dan wajahnya yang kusam ditempelkan di kaca mobilku.
"Minta, buuu, buat makan," katanya memelas.
Aku mengambil seribuan yang ada di mobil dan kubuka kacaku sedikit. Kuberikan uang itu kepadanya.
"Minta makanan, bu.. lapar belum makan," katanya kemudian setelah menerima uang seribu itu.
Aku terdiam. "Makanan?" tanyaku bingung. Untungnya tiba-tiba aku teringat masih ada satu buah plastik mika berisi dua buah eggtart susu yang aku buat semalam, yang kubawa untuk cadangan bila anak-anak minta jajanan waktu pulang sekolah.
Aku mengambil bungkusan mika kue itu dan memberikannya kepadanya.
"Ini dik," kataku sambil tersenyum.
Yang membuat aku terkejut kemudian dia masih berkata lagi. "Nasi bu.. aku minta nasi....," katanya.
Astagfirullah, aku merasa heran dalam hati. Tapi aku mencoba untuk tersenyum.
"Itu kan sama aja. Itu enak kok, dimakan saja," kataku.
Walaupun memang aku merasa kasihan, dia mungkin belum makan nasi seharian. Tapi pikirku setidaknya kue itu bisa untuk melepas laparnya.
"Nasi buu, aku minta nasii....," katanya lagi.
"
Aku bingung. Mana aku bawa nasi sebutirpun. Bekal Ica pun sudah habis dan tidak ada yang bisa diberikan.
"Udah itu saja, Ibu ndak punya. Itu ndak mau kah?" Aku bertanya karena posisi tangannya yang memegang koran itulah yang memegang bungkusan kue itu dengan tidak erat.
"Ndak bu, nasi bu..," katanya lagi.
Aku melihat ke arah lampu lalin, ternyata sudah hijau. Alamat aku harus berjalan. Aku tersenyum saja kepada anak itu, karena sudah tidak bisa lagi aku melakukan sesuatu. Toh meskipun dia tidak mau kue itu, tidak mungkin aku mengambilnya kembali. Aku berpikir mungkin nanti juga dimakan.
Yang mengejutkan aku kemudian, dia membanting bungkusan kue itu ke jalan aspal. Dan belum cukup itu, ditendangnya bungkusan itu sampai isinya berhamburan di jalan raya.
Terkesiap darahku rasanya sampai ke ubun-ubun. Bukan, bukan marah. Meskipun yang ditendangnya itu adalah jerihpayahku semalaman, bahkan tepatnya seharian mengerjakan bersama Ica-ku, seloyang kecil demi seloyang kecil.
Yang lebih mengejutkan aku, hatiku, jiwaku dan seluruh panca inderaku adalah betapa ia tidak menghargai sebuah pemberian. Di saat dia merasa kurang, di saat anak ini sudah meminta kepada orang lain, dia tidak merasa perlu menghargai sebuah pemberian yang tidak sesuai dengan keinginannya.
Bahkan koran-koran yang dipeluknya pun terdiam saja tanpa pernah dijajakan, entah tidak laku atau dia kurang berusaha, yang jelas waktu berlalu membawa berita-berita itu menjadi basi.
Dia memilih meminta-minta daripada berusaha dengan halal, berdagang koran.
Dan dia memilih membuang pemberian yang sedikit karena tidak sesuai dengan apa yang dimintanya.
Bagaimana dengan uang seribu tadi? Dia juga masih merasa kurang.
Sedih dalam hatiku yang menguasai lebih besar daripada rasa marah atas terbuangnya hasil kerja kerasku itu. Walau jauh di dalam hati aku terbayang wajah sahabat-sahabatku yang baru tadi pagi berkumpul dan tertawa bersama sambil memakan kue buatanku itu. Sedihku muncul tak terkira, karena ternyata bahwa sahabat-sahabatku itu yang orang berkecukupan semua begitu menghargai jerih payah orang lain.
Sementara seseorang yang melabeli dirinya sebagai orang papa, orang tak punya, membuang-buang sedikit rejeki yang diberikan orang lain.
Apakah orang miskin, yang menyebut dirinya kekurangan, bisa begitu sombongnya hingga bisa melakukan apapun yang disukainya sebagai kaum marginal? Apakah dia bisa sebegitu mudahnya menunjukkan jati dirinya sebagai orang yang kekurangan dengan menempatkan dirinya dan membuat dirinya memelas, tapi tak bisa menghargai sedikitpun pemberian orang lain?
Sudah dua kali aku bertemu dengan, orang yang menyatakan dirinya kurang mampu, tapi dibantu sombong. Aku terkejut dengan fenomena ini. Ini orangnya, atau sedang jamannya begini? Aku tidak habis pikir.. apa yang mereka cari. Apa yang mereka mau buktikan.. Usahalah dengan semaksimalnya.. baru bila tidak bisa katakan tolong..
Jangan menempatkan dirimu dalam posisi "tolong aku" dan "aku perlu dibantu".. tapi setelah itu kau sombong..
Setelah dibantu mereka melakukan hal-hal yang membuat kita (dalam hal ini : aku) kecewa. Bila setelah itu aku memilih untuk tidak membantu, salahkah?
Ya, beli putus. Aku sudah pernah dengar. Sedekah beli putus. Memberi pun aku tidak perlu mendapatkan ucapan terima kasih.. Just.. kecewa itu ada dan melanda bila ternyata apa yang dilakukannya dengan pemberian itu menyakitkan hati..
Aku tidak bisa berkata-kata. Nalarku tidak bisa membantuku untuk memahami perlakuannya. Karena aku bodoh, ilmuku belum sampai. Tapi sekarang aku tersenyum sajalah. Ikhlas sudah. Ini hanyalah sebuah share yang semoga mencerahkan hati kita.
Bersyukurnya diriku, menemukan pelajaran berharga hari ini.
Terima kasih Ya Robb, bahwa yang telah Kau tunjukkan kepadaku, luar biasa.
Bahwa anak-anakku dan keluargaku masih diberikan rizki untuk bisa berbagi..
Semarang, 26 Jan 2011
`hollow, is about to put your heart aside and feel the darkness..
wind
Persepsi, asumsi.
Datangnya dari dalam diri kita sendiri. Kepala kita. Mata kita.
Padahal sesuatu tak seperti tampaknya. Kejadiannya tak seperti yang dilihat.
EXT/DAY : SEBUAH RUMAH DI TEPI JALAN BESAR.
CAST . IBU 1 : 40 something, ibu rumah tangga, bekerja di kompleks dekat rumahnya
sebagai asisten rumah tangga harian, anak 2, plus 1 anak tiri.
IBU 2 : tetangga ibu 1, also 40 something, ibu rumah tangga biasa, anak 2.
IBU 1
Bu, tahu nggak. Ibu yang tempat aku kerja itu, pelitnya bukan main. Aku sudah datang ke sana, cerita kalau aku lagi perlu duit untuk nutup SPP anakku yang kedua. Aku sudah cerita kalau kurangnya tigaratus ribu. Eh dia diam saja. Ndak ada nawarin, aku bantu ya bu, apa gimana. Diem aja cuman nanya-nanya. Mbok ya o kalau jadi orang itu yang perhatian. Sudah tahu aku ngomong gitu mbok ya dikasih, sedikit apa gimana, yang penting dikasih. Masa ndak ngerti kalau aku ke sana sambil nyari tambahan, e sedikit apa gimana. Ndak kasihan apa kalau anakku nanti ndak bisa ujian..
IBU 2
Masak? Walah pelit tenan yo. Memang kalau orang kaya itu bisanya ngomong thok, merintah-merintah tok. Ndak tau kesulitannya kita orang kecil. Dia dapat uang gampang, ongkang-ongkang di rumah dapat duit dari suaminya. La kita, sudah banting tulang setengah mati dapatnya ndak seberapa. Ora ngerti rekosone nggolek duwit..
Sementara itu, di kompleks dekat rumah ibu2 di atas...
INT / DAY : RUMAH BESAR TEMPAT TINGGAL IBU KAYA
CAST : IBU KAYA : 30 something, ibu rumah tangga, anak 2 masih kecil.
(Ibu kaya duduk, menekuni pembukuan sederhana, mendesah pelan. Membatin dalam hati)
IBU KAYA (V.O.)
Pengeluaran bulan ini banyak sekali.. Anak-anak terlalu banyak main dan jajan di luar.. Banyak kerabat yang perlu dibantu. Sedekah bulan ini maksimal. Alhamdulillaah... Cuman, gak sampai bisa bantu ibu itu. Ingin rasanya bantu ibu itu, cuma waktu dia datang tak ada uang cash sama sekali di rumah... Terpaksa aku diam saja.. Kasihan sebenernya, tapi bagaimana lagi.. cuma kebiasaan ibu itu bila menginginkan sesuatu tidak pernah langsung.. Selalu lewat sindiran-sindiran. Memberi cerita... takuntya kaya kejadian kapanan, di kasih lauk buat takjil malah bilang ndak usah.. karena merasa mampu.. aku takut memberi kalau dia tidak minta, nanti dikira menghina.. Susahnya... Kadang tidak begitu sederhananya memberi... Atau memang harus memberi saja lah lain kali.. Begitu ada uang, ndak usah tunda ah.. Langsung kasih saja.. Maafkan aku ya bu, insyaallah lain kali akan kubantu...
Dalam hati tiada pernah kita tahu. Ukurlah hatimu sendiri. Jangan menilai hati orang lain...
EXT/DAY : HALAMAN SEKOLAH TAMAN KANAK-KANAK
CAST :
MOM1 : 28, satu anak, dokter bedah
MOM2 : 32, dua anak, wiraswasta
MOM3 : 37, dua anak, FTM (full time mother)
MOM4 : 28, satu anak, FTM
MOM5 : 34, dua anak, part time teacher
MOM6 : 56, nenek 2 cucu, post power syndrome
MOM1
Eh buuu, apa kabarrr.. (cipika cipika dengan dua teman lainnya). Lama juga kita tidak ngobrol yah. Gimana sibuk apa sekarang?
MOM3
Aih biasalah bu, sibuk ini itu sama anak-anak. Ini bu dokter jarang muncul di sekolah.. tapi di grup BBM perasaan baru tadi pagi kita rumpi yaa.. kopi daratnya susah juga ternyata...
(ketawa bersama-sama)
MOM2
Sst jangan keras-keras ketawanya, udah dilirik sama regu B tuh.. (ketawa pelan). Eh jangan lupa lo kita minggu depan ke panti asuhan, trus minggu depannya pengajian bareng yang rutin bulanan yah.... Udah terkumpul semua baju dan tas bekasnya ya? Ada banyak di rumahku lo.. Jangan lupa yang mau kasih uang cash disiapin.. Temen-temen dikasih tau ya... Abis dari panti kita langsung jemput anak-anak...
MOM1
Loh bu, ndak jadi nyobain warung bakso baru nih? Katanya lu ngebet bakso.. wkwkkw... Jangan lupa.. nanti kebawa-bawa mimpi loo...
(mereka tertawa-tawa sekali lagi. Berdiri agak merapat untuk berbicara karena tidak enak bila terdengar yang lain)
MOM2
Ya udah deh hayuk aja, asal yang lain setuju.. Dikau lagi off kan hari itu? Jadi kalau gitu ngumpulnya agak pagian.. supaya kita bisa makan siang bareng.. atau setelah anak-anak pulang sekolah aja, daripada telat jemput.. anak-anak diajak sekalian.. oke gak?
MOM3
Oke aja kalo begitu.. selama anak-anak mau sih oke aja.. Semakin seru tempat makan, semakin murah, semakin ramee..
(mereka tertawa-tawa lagi bersama, tidak terlalu keras, bercanda tentang anak-anak mereka)
Sementara itu di sudut halaman yang lain..
MOM4
Tuh liat, kelompok mama-mama yang itu.. rumpi teruss. tiap hari.. Bergerombol ke sana kemari, tapi gak ada urusannya. Paling juga ngomongin arisan jutaan.. Kaya kita dong, baik-baik gak pernah rumpi...
MOM5
Iya bener.. udah gitu gak mau gabung sama mama-mama yang lain.. Mbok ya ndak usah ngerumpi, tapi ngaji kek apa kek.. Mbok ya tahu diri, sudah tua gitu..Tau ndak sih, katanya mereka itu kalao sekali makan-makan bareng bisa habis ratusan ribu, hampir tiap hari ngumpul buat borju-borju gitu..
MOM6
Iya lo, aku dulu kumpul sama mereka, bercanda mulu ngakak-ngakak.Aku yang udah tua gini merasa ndak dianggep, jadi aku pergi aja. Udah gitu aku kalo cerita ndak pernah ditanggapi. Emangnya enak didiemin? Aku kan maksudnya curhat waktu aku ada masalah sama penjualan asetku itu. Sekarang sih udah ada aset yang lain, jadi gak masalah, tapi mereka masih cuek aja sama aku. Gitu minta-minta ditraktir segala, hih, ngapain aku repot nraktir ibu-ibu penggangguran gitu...
...
Luar biasanya, ketika ketidaktahuan menjadi lingkaran yang menyesatkan. Kebutaan hati mengajak prasangka. Menumpuk presepsi dan asumsi semakin jauh. Indah bila husnudzon, perih bila suudzan..
1. Apa sih sebenernya SEFT itu?
SEFT adalah metoda terapi yang menggunakan metode tapping di titik-titik kunci acupunture, yang diadaptasi dari teknik EFT yang dikembangkan Gary Craig, kemudian oleh Bang Ahmad Faiz Zainuddin ditambahkan nilai Spiritual menjadi SEFT.
2. Metode SEFT itu bagaimana?
Langkah-langkah yang dilakukan dalam SEFT adalah :
1. SET UP
Kita menyiapkan kata-kata doa kepada Allah SWT untuk mengikhlaskan rasa sakit yang kita miliki, baik itu sakit hati ataupun sakit fisik.
Contohnya : pada saat kita pusing : Ya Allah, meskipun saya pusing, meskipun kepala saya berdenyut-denyut, tapi saya ikhlas dan pasrah kepada-Mu Ya Allah, kupasrahkan kepada-Mu sepenuhnya…
2. TUNE IN
Kita rasakan sakit yang kita alami, sambil menggosok sore-spot, titik di bawah tulang belikat sambil mengucapkan kata-kata set up kita, tiga kali. Selain menggosok sore-spot, kita bisa juga sambil men-tapping karate-chop, yaitu bagian samping telapak tangan di bawah kelingking yang biasanya di karate digunakan untuk mematahkan batu bata.
3. TAPPING
Kita melakukan ketukan ringan dua jari, telunjuk dan jari tengah ke 18 titik kunci accupunture, sambil merasakan sakit dan melafadzkan kalimat set-up kita.
Lebih lanjut penjelasan tentang pelaksanaan SEFT sendiri bisa dilihat di www.logos-institute.com
3. Apakah metode SEFT ini berhasil menghilangkan rasa sakit?
Tadinya aku juga bersikap sedikit skeptis, tapi setelah aku rasakan sendiri, dan aku melakukannya dengan sepenuh hati, rasa sakit yang kurasakan ini hilang.
4. Ah, ini mistis. Atau musyrik, malah.
Tidak. Kita hanya meminta kepada Allah semata, dengan mengikhlaskan sepenuhnya rasa sakit yang kita miliki. Allah yang menyembuhkan. Bila Allah menghendaki, Allah akan menghilangkan rasa sakit itu. Rasa sakit itu datang tiba-tiba, dan juga bisa tentunya hilang tiba-tiba.
5. Tapi tidak bisa berhasil untuk semua orang kan?
Bagiku pribadi, itu hanya masalah percaya tidak percaya. Mungkin bisa dikatakan ini metoda affirmasi, assumsi dan presepsi dengan pendekatan yang berbeda terhadap diri kita. Tapi yang ditekankan adalah mengikhlaskan penyakit yang kita miliki, hambatan emosi yang ada pada diri kita, dan menerimanya apa adanya. Sejauh ini, berhasil untukku dan beberapa orang, meski kadang juga aku tidak berhasil.
6. Saat tidak berhasil, mengapa menurutmu?
Mungkin saat itu aku kurang konsentrasi, kurang ikhlas, kurang yakin, dan terganggu oleh situasi tertentu. Mungkin juga kalimat set-upnya salah, atau kurang spesific masalahnya. Kurang minum air putih sebelum melakukan SEFT juga bisa menjadi penyebabnya. Aliran darah menjadi kurang lancar.
7. Apa yang membuatmu percaya pada metode SEFT ini?
Karena aku melihat sendiri, pada waktu training. Aku merasakan sendiri, pada saat dan sesudah pelatihan pun, aku merasakan bahwa sakit yang kualami mendadak atau berangsur-angsur menghilang. Aku merasa keikhlasan yang kucari, ada disini. Aku merasa dekat dengan Allah, dan karenanya aku percaya, bahwa Allah akan mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa sakit ini. Nyatanya iya. Di saat-saat yang tidak berhasil, aku yakin itu berasal dari dalam diriku sendiri. Masih ada hambatan yang tidak bisa kuuraikan di dalam diriku waktu itu.
6. Ah, ini tidak ilmiah.
Jangan salah. Metoda ini sudah dibuktikan ilmiah. Tepatnya metoda EFT nya. Ketukan pada titik-titik kucni accupunture adalah dengan tujuan melancarkan aliran darah. Secara ilmiah sudah dibuktikan bahwa darah pun terkait dengan emosi. Bentuk-bentuk butir darah bisa berubah saat ada perubahan emosi. Dan secara ilmiah sudah dibuktikan bahwa kekuatan doa, terhadap darah, dan air, adalah sangat membantu penyembuhan.
Untuk penjelasan lebih jelas mengenai percobaan metoda EFT bisa dilihat di www.emofree.com
7. Ah, tidak mungkin. Masa dengan mudahnya bisa berubah? Orang hanya tersugesti saja, tetapi penyakitnya tidak hilang.
Coba cek kesaksian di www.logos-institute.com. Ada beberapa orang yang memberikan kesaksian terhadap keberhasilan metode ini. Aku sendiri sudah membuktikan, kutulis di tulisan-tulisanku sebelum ini kan.
8. Bagaimana caranya SEFTer menaklukkan orang-orang yang skeptis terhadap metode ini?
Metode ini, aku rasa tidak untuk dipaksakan. Percaya, ayo jalan. Tidak percaya ya sudah, jalani saja metode yang kau percaya. Tapi aku dan teman-teman sudah berkomitmen untuk mencoba mengajak orang lain dan menyebarkan metode ini. Free. Kecuali anda berminat ikut pelatihan bila penasaran? Ikut saja. Lihat di websitenya.
9. Still don’t believe.
Up to you. Tell me what your problem, and let me, or my friends, which is more senior than me, to help you. All we want is just for helping people.
10. Need more proof for it….!!
Okay. Stay here and keep checking our updates. Through my blog, or the web-site, or any media, you will find. Just one thing, believe in your God. We not curing you. God does. Semuanya hanya Allah yang menyembuhkan. Metode ini hanya membantu…
Let me know if you have another question…
wind
Menepati janji kepada beberapa teman, berikut ini aku tuliskan bagaimana melakukan SEFT.
Ada 3 tahap inti dalam melakukan SEFT, yaitu :
1. SET UP
SET UP adalah melafalkan kalimat niat, yang intinya melakukan tapping ini dengan perasaan ikhlas dan pasrah kepada Allah. Karena yang menyembuhkan hanyalah Allah semata, bukan kita, bukan orang yang mengajarkan tapping ini, atau mungkin orang lain yang melakukan tapping. Perasaan ikhlas inilah yang akan memberikan rasa lapang, instead of melakukan penolakan terhadap rasa sakit itu. Jadi yang harus dilakukan pertama kali adalah, menerima perasaan sakit itu. Jangan dilawan. Karena musuh dari perasaan sakit adalah pemaksaan diri melakukan positively feeling bahwa anda tidak sakit. Terimalah bahwa anda memang sakit…
Contoh dari kalimat SET UP ini adalah:
“Ya Allah, meskipun saya sedang migren, tapi saya ikhlas dan pasrah kepada-Mu Ya Allah…”
“Ya Allah, meskipun kaki saya sedang kram, tapi saya ikhlas dan pasrah kepadamu Ya Allah…”
“Ya Allah, meskipun saya sedang marah kepada anak saya karena nakal, padahal saya ingin sekali tidak marah, tapi saya ikhlas dan pasrah kepada-Mu Ya Allah..”
2. TUNE IN
Kedua, lakukan pemijatan pelan berulang di titik Sore Spot, yaitu titik di bagian dada, atas payudara dekat ketiak, dimana bila dipijit dia akan paling sakit. Tekanlah titik ini berputar-putar, tekanannya terserah anda, yang jelas anda akan merasakan sakit di situ, sambil melafalkan kalimat SET UP berulang-ulang. Tiga kali lah minimal. Cobalah sambil merasakan sakitnya. Cobalah sambil merasakan ikhlas hatimu. Breath and exhale. Tarik nafas dan lepaskan. Selipkan dalam hatimu : Alhamdulillah…
Bila masih bingung, bagaimana sih merasakan ikhlasnya, tidak mengapa. Lakukan saja. Yang jelas anda harus niat, dan benar-benar mau melakukan tapping ini, dan benar-benar ingin ikhlas menerima sakit ini.
Selain di Sore Spot, bisa juga diketuk Karate Chop sambil melafalkan Set Up Sentence. Penjelasan Karate Chop bisa dilihat di bawah.
3. TAPPING
Melakukan tapping, adalah dengan dua jari, diketuk-ketukkan setelah selesai melakukan TUNE IN. Pada waktu melakukan tapping ini ucapkan terus kalimat SET UP minimal satu kali pada setiap titik. Pada titik yang terasa bila diketuk lebih sakit dari yang lainnya, lakukan ketukan tapping dalam minimal tiga kali kalimat set up. Seberapa keras ketukan dilakukan, adalah terserah anda. Bisa pelan, bisa keras. Yang jelas anda tidak sangat kesakitan dalam melakukannya. Kadang ada yang menyukai keras, ada yang menyukai pelan. Tadinya saya selalu melakukan ketukan dengan keras, tapi suatu hari ketika saya sangat migren, saya melakukan tapping dengan sangat lembut. Hasilnya, darah terasa mengalir lebih deras saat itu, dan migren hilang lebih cepat… It is up to you..
Titik-titik tapping yang digunakan adalah titik-titik acupunture yang biasa dilakukan. Saya tidak akan menjelaskan lebih jauh soal titik-titik akupunture ini, karena yang saya utamakan adalah bagaimana melakukan ketukan di titik-titik ini.
TITIK-TITIK UTAMA:
a. Crown Point/Baihui
Di atas kepala, bisa ditemukan dengan meletakkan dua jempol anda di telinga kiri kanan kemudian kelingking diletakkan di atas kepala. Di mana kelingking bertemu itulah Baihui.
b. Eye Brow Point/Cuanzhu
Di atas mata, ujung alis di atas hidung.
c. Side of Eye Point/Tongziliao
Samping mata, tulang keras yang bila diketuk akan terasa sakit. Dekat pelipis.
d. Under Eye Point/Chengi
Tulang keras di bawah mata tepat. Dekat samping hidung.
e. Under Nose Point/Shuigou
Cekungan di bawah hidung, di atas mulut.
f. Chin Point/Chengjiang
Dagu, tepatnya di bawah mulut, pas pada lekukan dalam di dagu.
g. Collar Bone Point/Qishe
Titik V di bawah leher, tempat pertemuan tulang dada. Ketuk menyamping mengikuti bentuk tulangnya.
h. Under Arm Point/Dabao
Di bawah ketiak, samping titik puncak payudara. Kalau untuk perempuan biasanya pas pada tali bra.
i. Below Nipple Point/Rugen
Segaris dengan titik puncak payudara, tepat di bawah payudara. Di tulang rusuk teratas yang paling ujung.
Titik-titik utama ini biasanya sudah cukup dalam melakukan SEFT secara singkat, short cut biasanya disebut. Tapi bila mengingkinkan lebih mantap, bisa ditambahkan titik-titik di bawah ini :
a. Inside Hands
Balikkan tangan anda dengan telapak tangan menghadap ke atas, di titik dimana terlihat nadi anda disitulah titik inside hands berada. Bila diketuk keras bisa terasa sakit dan merah.
b. Outside Hand Point
Baliklah tangan anda setelah melakukan titik Inside Hands, di baliknya tepat disitulah titik outside hand.
c. Fingers Point
Hadapkan telapak tangan anda ke arah anda, ketuklah titik samping kuku ibu jari bagian yang dekat anda. Dilanjutkan dengan keempat jari berikutnya, telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking, semuanya yang bagian dalam dekat anda. Bukan yang luar menghadap bawah.
d. Karate Chop/Houxi
Bagian telapak tangan samping bawah kelingking, yang kalau karate suka digunakan untuk memukul batu bata itu..
e. Yemen Point/Gamut Spot
Di telapak tangan atas/punggung tangan, ada cekungan antara garis tulang kelingking dan jari manis. Di situlah tempatnya untuk di ketuk.
Setelah selesai semua titik disebut dengan satu putaran. Bila dirasa masih kurang dan belum mantap, bisa diulang lagi. Bisa dilakukan untuk perawatan intensif dengan dilakukan setiap hari, tiga kali, tiap kali 1-2 putaran.
Setelah melakukan tapping, coba breath and exhale, sambil merasakan sakitnya. Buang rasa sakit itu lewat hembusan nafas, rasakan penyakit itu hilang.
Bila anda belum juga merasakan ikhlasnya, coba diulang lagi. Pertama-tama mungkin agak sulit, tapi lama-kelamaan anda akan merasa tenang dan damai di dalam hati, dekat dengan Tuhan.
Dengan SEFT ini, saya juga menyadari keagungan Allah menciptakan perintah untuk dzikir. Karena dengan repetisi, dengan pengulangan, maka kita akan merasakan sesuatu lebih kuat dan lebih dekat. Termasuk lebih ikhlas.
Cobalah. Just if you need any further question, ask me.
love,
wind
Dalam perjalanan dari Semarang ke Jogja untuk "last minutes holiday with kids"... kami melewati Ambarawa. Setelah melewati kota, di sepanjang jalan banyak ditemui penjual serabi yang hampir seragam. Di daerah Jambu, Ambarawa, tepatnya.
Suamiku menawariku untuk mampir. Mencoba Serabi Ambarawa ini. Hm... tawaran bagus pantang ditolak. Kebetulan anak-anak tidur semua. Jadilah kami minggir, berhenti di satu lapak penjual Serabi ini...
Kami memesan dua mangkok. Setiap mangkoknya terdiri dari 4 buah serabi yang masak di cetakan serabi di atas anglo, jadi rasa gosongnya nikmat sekali. Satu buah serabi berlingkaran hijau di tengahnya, yang ternyata dibuat dari esens pandan. Satu lagi berlingkaran coklat, ternyata dari gula jawa. Dua buah lagi plain putih polos. Dipadukan dengan kuah santan bergula merah yang hangat dan legit, membuat perjalanan yang diliputi hawa dingin ini menjadi nyaman...
Rasa manis dan hangatnya menjadi satu di tenggorokan, lembut serabinya, dengan pemandangan di kiri kanan yang asri, membuat kenikmatannya bertambah.
Akhirnya, kami harus melanjutkan perjalanan kembali. Tetapi, sepulangnya dari Jogja, melewati jalan itu lagi, membuat kami berdua tergoda lagi untuk mampir kembali dan menghabiskan satu mangkok masing-masing lagi. Kali ini aku diganggu oleh Fia dalam menghabiskan mangkok serabiku itu.
Tapi tetap nikmat, dan indah.
Nanti, kapan-kapan, kalau aku lewat lagi, aku pasti mampir lagi.
Tunggu aku bu Siti..
wind
Ilalang
tumbuh di mana saja
terbawa angin meracau
jatuh dan besar di mana dia tertikung
pikiran buruk
itu seperti ilalang
tumbuh dan datang di mana saja
di saat kau terdiam
di saat kau tertawa
ilalang
tumbuh akar merasuk dalam
bila tak tercabut dia tak akan pergi
semakin dalam dan tumbuh besar
pikiran buruk
tumbuh dewasa di jiwa
bila tak kau buang akarnya
menghancurkan indah hatimu
ilalang
biarpun tercabut kan datang lagi
pikiran buruk
lewat di teras hati sering kali
tapi jangan ajak dia masuk
seperti ilalang
jangan biarkan dia tumbuh
merusak indah tanamanmu
seperti pikiran buruk
ambil dan pangkas
pakai pisau hatimu
tajamkan cintamu
ilalang
kadang indah
tapi mematikan
wind
Ada sebuah jalan kehidupan di Semarang. Aku menemukannya tanpa sengaja. Ketika aku sedang termangu dalam alunan jalan yang naik turun di sana. Ketika ada belaian lembut angin mengajakku ke awan.
Jalan ini namanya jalan Pamularsih. Sebenernya hampir setiap hari aku melewatinya. Demi menjemput anak-anakku tercinta dari sekolahnya. Tapi dulu-dulu aku tak merasa melihatnya. Jalan itu sepertinya jalan biasa saja.
Tapi ketika aku membuka mataku, aku melihat jalan ini dalam bentuk yang lain.
Faktanya, jalan ini memiliki lembah dan bukit. Bergandengan bertautan bersalaman selalu.
Jalan ini memiliki tikungan dan jalan lurus. Berkelok dan lalu terus. Lalu berkelok lagi dan terus lagi.
Jalan ini juga memiliki banyak cabang. Persimpangan di kiri kanannya. Bila pagi ada banyak bapak polisi menjaganya. Menjaga dari kecelakaan yang mungkin terjadi.
Lalu ketika hari beranjak siang para penjaga keamanan itu menghilang.
Jalan ini diawali dari sebuah tikungan dan berakhir di sebuah bundaran, Kali Banteng namanya. Atau sebaliknya. Mengawali dari bundaran itu, dan berakhir di sebuah tikungan.
Dilihat dari mata hati, jalan ini seperti kehidupan yang kita jalani. Kehidupan yang kita lalui, memiliki awal dan memiliki akhir. Dari tikungan itu, hingga berakhir di tempat yang berbeda.
Kehidupan kita pun naik dan turun. Punya banyak lembah dan bukit, puncak dan turunan. Kita bisa terkadang sukses bahagia di atas sana, kadang kita juga bisa jatuh dan menangis sedih penuh air mata.
Kita pun tiba-tiba berbelok, mengikuti jalan kita, atau mengikuti kata hati. Atau kadang kita berteguh hati terus menerus melakukan apa yang kita anggap benar. Jalan lurus, menurut versi kita.
Dan di hidup kita pun banyak cabangnya, ada banyak pilihan. Kemana kita mau memilih untuk berpaling. Kemana kita akan memilih untuk berbelok? Ada banyak pilihan, pilihan cabang kehidupan.
Dan bila di awal pilihan itu, kita selalu ada keraguan. Ada setitik intuisi untuk menjaga kita dari kesalahan. Seperti pak polisi di pagi itu. Tapi ketika kita sudah terbiasa melangkah dan mengambil keputusan, tak akan terasa hal itu ada. Walau sebenarnya tetap di dalam hati kita.
Karenanya, aku menikmati setiap desau angin di jendela mobilku di jalan ini. Karena aku menikmati setiap belokan yang kulalui di jalan ini. Menikmati setiap hambatan, menikmati setiap naik turunnya.
Seperti aku menikmati hidupku...
life is about commas, it is labyrinth indeed
wind